اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُه
(Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh)
Puji Syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa
Ta'ala yang telah memberikan Rahmat, Karunia, Taufik dan Hidayah-nya kepada
kita semua sehingga kita masih dapat hidup di Dunia ini, serta semoga kita
semua selalu mendapat Inayah dan Lindungan dari Allah Subhanahu Wa
Ta'ala. آمِيْن يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ “Aamiin
ya Rabbal'alamin” ...
Shalawat, Salam serta Taslim kepada sang
Revolusioner Dunia, Junjungan Alam Nabi Besar Sayyidina Maulana Muhammad
Shallawlahu ‘Alaihi Wasallam yang telah membimbing kita dari zaman Kegelapan
dan Kebodohan menuju zaman Terang Benerang, sangat jelas perbedaan antara Hak
dan Bathil serta penuh dengan Ilmu Pengetahuan seperti saat ini.
Pada Artikel ini kami akan
menjelaskan mengenai Sejarah Berdiri dan Perkembangan Islam di
Kerajaan Bima. Sebelum masuk ke Materi marilah kita
membaca Ta‘awuz : أَعُوذُ بِاللَّهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ “A’udzu billahi minasy syaithonir
rojiim” dan Basmalah : بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيم “Bismillahirraahmanirrahiim” Agar
Bacaan yang dibaca menjadi Berkah dan Bermanfaat. آمِيْن يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ “Aamiin ya
Rabbal'alamin” ...
PERISTIWA
PENTING MENJELANG BERDIRINYA KERAJAAN
Kehadiran Sang Bima pada abad 11 M, ikut membantu
para ncuhi dalam memajukan Dana Mbojo. Sejak itu, ncuhi Dara dan ncuhi-ncuhi
lain mulai mengenal bentuk pemerintahan kerajaan. Walau Sang Bima sudah kembali
ke kerajaan Medang di Jawa Timur, namun tetap mengadakan hubungan dengan ncuhi
Dara. Karena istrinya berasal dari Dana Mbojo Bima.
Sebelum mendirikan kerajaan, semua ncuhi sepakat
membentuk kesatuan wilayah di bawah pimpinan ncuhi Dara. Setelah puluhan tahun
berada di Jawa Timur, sang Bima mengirim dua orang putranya, yang bernama Indra
Zamrud dan Indra Kumala ke Dana Mbojo. Indra Zamrud dijadikan anak angkat oleh
ncuhi Dara. Sedangkan Indra Kumala menjadi anak angkat ncuhi Doro Woni. Seluruh
ncuhi sepakat untuk mencalonkan Indra Zamrud menjadi Sangaji atau Raja Dana
Mbojo. Sedangkan Indra Kumala dicalonkan untuk menjadi Sangaji di Dana Dompu.
Indra Zamrud di tuha ro lanti atau dinobatkan
menjadi Sangaji atau Raja yang pertama.Setelah Indra Zamrud dewasa dan memiliki
ilmu pengetahuan yang luas dalam bidang pemerintahan, maka pada akhir abad 11
M, ia di tuha ro lanti oleh Ncuhi Dara. Dengan persetujuan semua ncuhi, untuk
menjadi Sangaji atau Raja Dana Mbojo yang pertama. Dengan demikian berakhirlah
jaman ncuhi. Masyarakat Mbojo Bima memasuki jaman baru, yaitu jaman kerajaan.
Pimpinan pemerintahan bukan lagi dipegang oleh ncuhi, tetapi dipegang oleh
Sangaji atau Raja.
Sejak berdirinya kerajaan di sekitar pertengahan
abad 11 M, Dana Mbojo memiliki dua nama. Kerajaan yang baru didirikan itu, oleh
para ncuhi bersama rakyat diberi nama Mbojo. Sesuai dengan kesepakatan mereka
dalam musyawarah di Babuju. Tetapi oleh orang-orang Jawa, kerajaan itu diberi
nama Bima. Diambil dari nama ayah Indra Zamrud yang berjasa dalam merintis
pendirian kerajaan. Sampai sekarang Dana Mbojo mempunyai dua nama, yaitu Mbojo
dan Bima. Dalam masa selanjutnya, Mbojo bukan hanya nama daerah, tetapi
merupakan nama suku yang menjadi penduduk di Kabupaten Bima dan Dompu sekarang.
Sedangkan Bima sudah menjadi nama daerah bukan nama suku.
Pada masa kesultanan, suku Mbojo membaur atau
melakukan pernikahan dengan suku Makasar dan Bugis. Sehingga adat istiadat
serta bahasanya, banyak persamaan dengan adat istiadat serta bahasa suku
Makasar dan Bugis. Dou Mbojo yang enggan membaur dengan suku Makasar dan
Bugis, terdesak ke daerah Donggo atau pegunungan. Oleh sebab itu, mereka disebut
Dou Donggo atau orang pegunungan. Dou Donggo mempunyai adat istiadat serta
bahasa yang berbeda dengan dou Mbojo.
Dou Donggo bermukim di dua tempat, yaitu disekitar
kaki Gunung Ro’o Salunga di wilayah Kecamatan Donggo sekarang dan di kaki
Gunung Lambitu di wilayah Kecamatan Wawo sekarang. Yang bertempat tinggal di
sekitar Gunung Ro’o Salunga, disebut Dou Donggo Ipa (orang Donggo seberang),
sedangkan yang berada di kaki Gunung Lambitu, disebut Dou Donggo Ele (orang
Donggo Timur).
PROSES MASUK
DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI KERAJAAN BIMA
Kerajaan Gowa Tallo memegang peranan penting
dalam proses konversi Bima ke Islam. Saat itu, pada abad ke 17 M, Belanda telah
menguasai sebagian besar jalur perdangangan bagian barat. Untuk mencegah jalur
timur direbut Belanda, Maka Gowa mengirim expedisi untuk menaklukkan kerajaan
pada pantai timur yaitu lombok dan bima. Kerajaan-kerajaan ini berhasil
ditaklukkan dan di Islam kan oleh Gowa pada tahun 1609 M . Seiring dengan
masuknya islam maka peradaban tulis juga berkembang.
Beberapa bulan setelah memeluk agama Islam, Jena
Teke Abdul Kahir bersama pengikut didampingi oleh beberapa orang gurunya dari
Sulawesi Selatan kembali menuju Dusun Kalodu. Setelah berada di Kalodu mereka
mendirikan sebuah Masjid, selain sebagai tempat ibadah juga menjadi pusat
kegiatan dakwah. Mulai saat itu Dusun Kalodu menjadi pusat penyiaran Islam,
selain Kampo Sigi (Kampung Sigi ) di sekitar Desa NaE kecamatan Sape.
Dari puncak Kalodu, Islam semakin bersinar terang
menyelimuti kegelapan Bumi Bima. Seluruh rakyat menyambut gembira instruksi
Putera Mahkota Abdul Kahir untuk memeluk Islam. Salisi semakin berang.
Dengan bantuan Belanda ia terus mengejar dan menyerang Pasukan Abdul Kahir.
Proses pengejaran itu mulai dari Kalodu, Sape hingga mencapai puncaknya di
Wera. Di sinilah terjadi pertempuran habis-habisan hingga menewaskan Panglima
Perang Rato Waro Bewi di Doro Cumpu desa Bala kecamatan Wera. Berkat
kerja sama dan kelihaian orang-orang Wera, Abdul Kahir dan teman
seperjuangannya dapat diselamatkan ke Pulau Sangiang yang selanjutnya
dijemput perahu-perahu dari Makassar.
Di Makassar, Empat serangkai Abdul Kahir,
Sirajuddin, Awaluddin dan Jalaluddin dibina dan dilatih taktik perang. Di tanah
ini pula mereka memperdalam ajaran Islam. Hingga setelah segala persiapan
dimatangkan, Sultan Alauddin Makassar mengirim ekspedisi penyerangan terhadap
Salisi. Dalam sejarah Bima tercatat dua kali ekspedisi ini dikirim untuk
menaklukkan Salisi namun gagal. Pasukan Makassar banyak yang tewas dalam dua
ekspedisi ini. Untuk ketiga kalinya pada tahun 1640 M, ekspedisi baru berhasil.
Pada tanggal 5 Juli 1640 M Putera Mahkota Abdul Kahir berhasil memasuki
Istana Bima dan dinobatkan menjadi Sultan Bima pertama yang diberi gelar Ruma
ta Ma Bata Wadu (Taunku Yang bersumpah Di Atas Batu). Sedangkan Sirajuddin
terus mengejar Salisi hingga ke Dompu. Sirajuddin selanjutnya mendirikan
Kesultanan Dompu. Jalaluddin kemudian diangkat menjadi Perdana Menteri (Ruma
Bicara) pertama dan diberi gelar Manuru Suntu, dimakamkan di
kampung Suntu (Halaman SDN 3 Bima sekarang).
Tanggal 5 Juli 1640 M menjadi saksi sejarah
berdirinya sebuah kesultanan di Nusantara Timur dan Terus berkiprah dalam
percaturan sejarah Nusantara selama 322 tahun. Untuk itulah pada setiap tanggal
5 Juli diperingati sebagai hari Jadi Bima. Seperti telah menjadi takdir sejarah
pula, bahwa kesultanan Bima diawali oleh pemimpinnya yang bernama Abdul Kahir I
dan berakhir pula dengan Abdul Kahir II (Putera Kahir). Dua tokoh sejarah
itu kini tidur dengan tenang untuk selama-lamanya di atas bukit Dana Taraha
Kota Bima. (Sumber : Kitab BO ; Peranan Kesultanan Bima Dalam
Perjalanan Sejarah Nusantara, M. Hilir Ismail ; Novel Sejarah Kembalinya Sang
Putera Mahkota, Alan Malingi).
PENYEBAB
BERAKHIRNYA KERAJAAN BIMA
Kesultanan Bima berakhir ketika Indonesia berhasil
meraih Kemerdekaan pada tahun 1945. Saat itu, Sultan Muhammad Salahuddin, raja
terakhir Bima, lebih memilih untuk bergabung dengan Negara Kesatuan
Indonesia. Siti Maryam, salah seorang Putri Sultan, menyerahkan Bangunan
Kerajaan kepada pemerintahan dan kini di jadikan Museum. Di antara peninggalan
yang masih bisa di lihat adalah Mahkota, Pedang dan Funitur.
Demikian Artikel mengenai Sejarah
Berdiri dan Perkembangan Islam di Kerajaan Bima, kita akhiri dengan
mebaca Hamdallah : الحَمْدُ لِلّٰهِ
رَبِّ العَالَمِيْنَ “Alhamdulillahirabbil ’Alamin”.
comment 0 Post a Comment
more_vert